BIMBINGAN TEKHNIS DOKTER HEWAN PENGAWAS KESMAVET JAWA TIMUR

photo_1556013020846

Kegiatan Bimbingan Tekhnis Pengawas Kesmavet Seluruh Kabupaten / Kota Se-Jawa Timur

Kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

Peserta seluruhnya adalah dokter hewan pengawas kesmavet baik dinas maupun petugas checkpoint

Pembicara

  1. Direktur Kesmavet PKH Dirjen PKH Kementerian Pertanian oleh drh. Syamsul Ma’arif, M.Si
  2. Koordinator PPNS DITJEN PKH oleh drh. Widarto, Mp.
  3. Kepala Dinas Peternakan Jatim oleh drh. Wemmi Niamawati, MMA
  4. Kabid Kesmavet Dinas Peternakan Jatim oleh drh. Juliani Poliswari, MM
  5. Kepala Laboratorium Kesmavet BBVET WATES oleh drh. Maria Afrina
  6. Kepala Bidang Peternakan dan Keswan Disperta KP Kota Malang oleh drh. Anton Pramujiono
  7. Kepala Sub Seksi Penyuluhan Ditjen Bea Cukai Pelabuhan Tanjung Perak oleh Sunarko
  8. Kepala Seksi Ekspor Disperindag Jatim oleh Abdiel Popang, ST, MMA
  9. Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya oleh drh Zainal Abidin
  10. Kepala Team Satgas 1 Satgas Pangan Polda Jatim oleh Kompol Ernesto, SH., SIK., M.Hum
  11. Kepala BPOM Surabaya oleh Drs. I Made Bagus Gerameta, Apt.

Lokasi

Hotel Grand Cakra, Araya  Malang.

Kegiatan selama 3 hari.

Pada tanggal 22-24 April 2019

PENGABDIAN MASYARAKAT TUBAN 2013

Wujud kepedulian mahasiswa kedokteran hewan salah satunya adalah pengabdian masyarakat. Tujuan dari pengabdian masyarakat itu jelas untuk mengabdi kepada masyarakat, karena nantinya setelah lulus menjadi dokter hewan pasti dokter hewan akan melaksanakan itu juga tentunya dibidang kesehatan hewan. Pengabdian Masyarakat juga menciptakan dokter hewan yang tangguh, tanggung jawab, tidak mudah cengeng, menguasai lapangan dan tentunya menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman di lapangan,

Berikut kami tampilkan sekilas kegiatan saya dan calon dokter hewan lain dalam kegiatan PENGABDIAN MASYARAKAT TUBAN 2013 JAWA TIMUR yang dilaksanakan oleh Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Ketika itu kami berada di desa Pucangan.

tuban2

tuban

tuban3

tuban2

tuban1

KLORAMPHENICOL

KLORAMFENIKOL

 

ASAL DAN KIMIA

 

Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Karena mempunyai daya antimikroba yang kuat maka penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950 diketahui bahwa obat ini menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Kloramfenikol merupakan kristal putih yang sukar larut air dan rasanya sangat pahit.

 

EFEK ANTIMIKROBA

 

Kloramfenikol bekerja dengan cara menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksik kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada kadar tinggi kloramfenikol kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi Str.pyogenes, Str.viridans, Neisseria, Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Brucella, P.multocida, C.diphteriae, Chlamydia, Mycoplasma, Ricketsia, Treponema dan kebanyakan kuman anaerob. Obat ini juga efektif terhadap E,coli.
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat, kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2  jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini didistribusikan dengan baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak, CSS dan mata. Di dalam hati kloramfenikol mengalami konjugasi dengan asam glukoronat oleh enzim glukoronil transferase, oleh karena itu waktu paruh kloramfenikol memanjang pada pasien gangguan faal hati. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral telah diekskresi melalui ginjal. Dari seluruh kloramfenikol yang diekskresi melalui urin hanya 5-10% dalam bentuk aktif, sisanya dalam bentuk glukoronat dan hidrolisat lain yang tidak aktif.

 

EFEK SAMPING

  1. Reaksi Hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Yang pertama adalah reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yang terlihat adalah anemia, ertikulositopenia, peningkatan serum iron dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosisnya sangat buruk karena anemia bersifat irreversibel. Kloramfenikol dapat menimbulkan hemolisis pada pasien dengan defisiensi enzim G6PD. Pengobatan terlalu lama atau berulang kali perlu dihindarkan. Timbulnya nyeri tenggorok atau infeksi baru selama pemberian kloramfenikol mungkin merupakan petunjuk terjadinya leukopeni.
  2. Reaksi alergi. Menimbulkan kemerahan kulit,urtikaria.
  3. Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis.
  4. Sindrom Gray. Pada neonatus, tetrutama bayi prematur yang mendapat dosis tinggi (200mg/kgBB) dapat timbul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9 masa terapi, rata-rata hari ke 4. Mula-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernafasan cepat dan tidak teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi tampak sakit berat. Pada hari berikutnya tubuh bayi menjadi lemas dan berwarna keabu-abuan terjadi pula hipotermia. Angka kematian kira-kira 40%, sedangkan sisanya sembuh sempurna. Efek toksik ini diduga disebabkan oleh sistem konjugasi oleh enzim glukoronil transferase belum sempurna, kloramfenikol yang tidak terkonjugasi belum dapat diekskresikan dengan baik oleh ginjal.
  5. Reaksi neurologik. Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.

 

PENGGUNAAN KLINIK

 

Banyak perbedaan pendapat mengenai indikasi penggunaan kloramfenikol tetapi sebaiknya obat ini hanya digunakan untuk mengobati demam tifoid,salminellosis lain dan infeksi H.influenzae. Infeksi lain sebaiknya tidak diobati dengan kloramfenikol bila masih ada antimikroba yang lain yang lebih aman dan efektif. Kloramfenikol dikontaindikasikan untuk neonatus, pasien dengan gangguan faal hati dan pasien yang hipersensitif terhadapnya. Bila terpaksa diberikan pada neonatus, dosisnya jangan melebihi 25 mg/kgBB sehari.

  1. Demam tifoid. Walaupun akhir-akhir ini makin sering dilaporkan adanya resitensi Salmonella typhi rterhadap kloramfenikol, umumnya obat ini masih dianggap sebagai pilihan utama untuk mengobati penyakit tersebut. Dibandingkan dengan ampicillin perbaikan klinis lebih cepat terjadi pada pengobatan kloramfenikol. Hanya beberapa jam setelah pemberian, salmonella menghilang dari sirkulasi dan dalam bebrapa hari kultur tinja menjadi negatif. Perbaikan klinis biasanya tampak dalam 2 hari dan demam turun dalam 3-5 hari. Suhu badan biasanya turun sebelum lesi di usus sembuh, sehingga perforasi justru terjadi pada wakt keadaan klinis sedang membaik.
  2. Meningitis purulenta yang disebabkan H.influenzae
  3. Riketsiosis. Tetrasiklin merupakan obat terpilih tetapi apabila tidak bisa digunakan maka dapat menggunakan kloramfenikol
  4. Bruselosis.

 

SEDIAAN

  1. Kloramfenikol (per oral, salep mata, obat tetes mata, salep kulit, obat tetes telinga)
  2. Kloramfenikol palmitat atau stearat (per oral, untuk bayi)
  3. Kloramfenikol natrium suksinat (IV dan per oral)
  4. Tiamfenikol (untuk infeksi saluran empedu dan gonore, obat ini diserap baik pada pemberian per oral dan penetrasinya baik ke CSS, tulang, sputum sehingga mencapai kadar bakterisid untuk H.influenzae di sputum)

TETRASIKLIN

TETRASIKLIN

 

Antibiotik golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan ialah klortetrasiklin yang dihasilkan oleh Streptomyces aureofaciens, kemudian ditemukan oksitetrasiklin dari Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi dapat juga dapat diperoleh dari Streptomyces lain.

 

MEKANISME KERJA

 

Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terdapat 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang disebut dengan difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua adalah sistem transport aktif, Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya kompleks tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.

 

EFEK ANTIMIKROBA

 

Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.

 

Spektrum antimikroba

tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri yang luas yang meliputi kuman gram negatif dan gram positif, aerobik dan anaerobik, selain itu juga aktif  terhadap spirokaeta, mikoplasma, riketsia, klamidia, dan protozoa tertentu.  Pada umumnya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi Streptokokus karena ada obat lain yang lebih efektif yaitu Penisilin G, eritromisin, sefalosporin, kecuali doksisiklin. Banyak strain S.aureus yang resisten terhadap tetrasiklin.

Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang gram positif seperti B.anthracis, Erysiphelothtix rhusiopathiae, Clostridium tetani dan Listeria monocytogenes. Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi N.gonorrhoeae penghasil penisilinase biasanya resisten terhadap tetrasiklin. Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram negatif seperti Brucella, Pseudomonas, Vibrio cholerae, Campylobacter fetus, Haemophilus cauleryi, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Bordetella pertusis. E.coli, Klebsiella, Enterobacter dan Proteus umumnya resiten. Dalam kadar tinggi tetrasiklin dapat menghambat Entamoeba hystolitica. Ttetrasiklin juga merupakan obat yang efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci, Treponema pallidum, Actinomycess israelii dan berbagai riketsia.

 

FARMAKOKINETIK

Absorbsi. Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam saluran cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorbsi ini sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus bagian atas. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan golongan tetrasiklin, kecuali minosiklin dan doksisiklin.

Distribusi. Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.

 

Ekskresi. Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerulus dan melalui empedu.

 

Antibiotik  golongan tetrasiklin dibagi menjadi 3 golongan berdasarkan sifat farmakokinetiknya:

  1. Tetrasiklin, klortetrasiklin dan oksitetrasiklin. Absorbsi kelompok tetrasiklin ini tidak lengkap dengan masa paruh 6-12 jam.
  2. Demetilklortetrasiklin. Absorbsinya lebih baik dan masa paruhnya kira-kira 16 jam sehingga cukup diberikan 150mg per oral tiap 6 jam.
  3. Doksisiklin dan minosiklin. Absorbsinya baik sekali dan masa paruhnya 17-20 jam.

 

EFEK SAMPING

Reaksi kepekaan. Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin ialah urtikaria.

Reaksi toksik dan iritatif. Iritasi lambung paling sering terjadi pada pemberian per oral, terutama oksitetrasiklin dan doksisiklin. Makin besar dosis yang diberikan maka sering reaksi ini terjadi. Keadaan ini dapat diatasi dengan mengurangi dosis untuk sementara waktu atau memberikan tetrasiklin  bersama dengan makanan tetapi jangan dengan susu atau antasid  yang mengandung aluminium, magnesium atau kalsium. Diare juga dapat timbul akibat iritasi. Terapi dalam waktu lama juga dapat menimbulkan kelainan darah tepi seperti leukositosis, trombositopenia. Pigmentasi kuku dan onikolisis, yaitu lepasnya kuku dari dasarnya juga dapat terjadi. Hepatotoksisitas pada pemberian dosis tinggi (lebih dari 2 g perhari) dan paling sering terjadi pada pemberian parenteral. Oksitetrasiklin dan tetrasiklin mempunyai sifat hepatotoksik yang paling lemah dibandingkan golongan tetrasiklin yang lain. Golongan  tetrasiklin kjuga menghambat koagulasi darah. Tetrasiklin terikat pada jaringan tulang yang sedang tumbuh dan membentuk kompleks. Pertumbuhan tulang akan terhambat pada fetus dan anak. Bahaya ini terjadi pada pertengahan masa hamil sampai anak berumur 3 tahun. Pada gigi susu maupun gigi tetap  tetrasiklin menyebabkan disgenesis, perubahan warna permanen dan kecebnderungan terjadinya karies. Karena itu tetrasiklin jangan digunakan mulai pertengahan kedua kehamilan sampai anak berumur 8 tahun, efek ini terlihat lebih sedikit pada oksitetrasiklin dan doksisiklin.

 

 

EFEK SAMPING AKIBAT PERUBAHAN BIOLOGIK

 

Seperti antibiotik lain yang berspektrum luas, pemberian golongan tetrasiklin kadang-kadang diikuti oleh terjadinya superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur. Superinfeksi kandida biasanya terjadi pada rongga mulut, faring bahkan kadang-kadang menyebabkan infeksi sistemik. Faktor predisposisi yang memudahkan terjadinya superinfeksi adalah  daya tahan tubuh yang lemah dan pasien yang mendapatkan terapi  kortikosteroid dalam waktu lama. Salah satu manifestasi superinfeksi ialah diare akibat terganggunya keseimbangan flora normal dalam usus.

 

Untuk memperkecil kemungkinan timbulnya efek non terapi  golongan tetrasiklin maka perlu diperhatikan beberapa hal:

  1. Hendaknya tidak diberikan pada wanita hamil
  2. Bila tidak ada indikasi yang kuat jangan diberikan pada anak-anak
  3. Hanya doksisiklin yang boleh diberikan kepada pasien gagal ginjal
  4. Sisa obat yang tidak terpakai hendaknya segera dibuang
  5. Jangan diberikan pada pasien yang hipersensitif.

 

PENGGUNAAN KLINIK

 

  1. Riketsiosis. Perbaikan yang dramatik tampak setelah pemebrian golongan tetrasiklin. Demam mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit menghilang dalam 5 hari. Perbaikan klinis yang nyata telah tampak 24 jam setelah terapi dimulai.
  2. Infeksi Klamidia. Untuk jenis ini tetrasiklin merupakan obat pilihan utama. Pada infeksi akut, diberikan terapi selama 3-4 minggu dan untuk keadaan kronis diberikan terapi 1-2 bulan. Empat hari setelah diberikan, bubo mulai mengecil.
  3. Psitakosis. Pemberian tetrasiklin dalam beberapa hari dapat mengatasi gejala klinis.
  4. Inclusion conjungtivitis. Penyakit ini dapat diobati dengan hasil baik selama 2-3 minggu dengan memberikan salep mata atau obat tetes mata yang mengandung tetrasiklin,
  5. Trakoma. Pemberian salep mata golongan tetrasiklin yang dikombinasikan dengan doksisiklin oral selama 40 hari memberikan hasil pengobatan yang baik.
  6. Infeksi Mycoplasma pneumoniae. Walaupun penyembuhan klinis cepat dicapai M.pneumoniae mungkin tetap terdapat dalam sputum setelah obat dihentikan.
  7. 7.             Bruselosis.
  8. Kolera. Tetrasiklin adalah obat yang efektif untuk penyakit ini.
  9. Actinomycosis. Golongan tetrasiklin dapat dignakan untuk mengobati penyakit ini bila penisilin G tidak bisa diberikan pada pasien.
  10. Infeksi saluran cerna. Tetrasiklin mungkin merupakan ajuvan yang bermanfaat pada amubiasis intestinal akut dan infeksi Plasmodium falciparum. Selain itu mungkin efektif untuk disentri yang disebabkan oleh strain Shigella yang peka.

 

SEDIAAN

 

  1. Tetrasiklin, tetrasiklin Hcl dan kompleks(tablet, obat suntik IM dan IV, salep/obat tetes mata ) dosis: kuda,sapi,biri-biri, babi 2,2-4,4 mg/kgbb/im   anjing, kucing 4,4-11 mg/kgbb/im
  2. Klortetrasiklin (kapsul, salep kulit dan mata) dosis hewan kecil 25-50 mg/kgbb/hr. Dosis hewan  besar 10-20 mg/kgbb/hr
  3. Oksitetrasiklin (kapsul, obat suntik IM, IV, salep kulit dan salep mata) Dosis :anjing, kucing 7-11 mg/kg bb injeksi. Kuda, kambing, sapi, biri-biri, babi 5-10 mg/kg bb injeksi
  4. Demeklosiklin (kapsul atau tablet, sirup)
  5. Doksisiklin (kapsul atau tablet, sirup) dosis 5-7 mg/kg bb/p.o
  6. Minosiklin (sirup)

SEFALOSPORIN

SEFALOSPORIN

 

KIMIA

 

Sefalosporin dan penisilin termasuk golongan antibiotika betalaktam. Sefalosporin berasal fungus Cephalosporium acremonium yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu. Fungus ini menghasilkan tiga macamantibiotik yaitu sefalosporin P, N dan C.  Dari ketiga antibiotik tersebut kemudian dikembangkan berbagai derivat sefalosporin semisintetik antara lain sefalosprin C.

Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-aminosefalosporanat yang merupakan kompleks cincindihidrotiazin dan cincin betalaktam. Sefalosporin C resisten terhadap penisilinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang kemudian dikembangkan menjadi berbagai macam antiobiotik sefalosporin. Modifikasi R1 pada posisi 7 cincin betalaktam dihubungkan dengan aktivitas antimikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin dihidrotiazin mempengaruhi metabolisme dan farmakokinetiknya. Sekarang sediaan sefalosporin yang terdapat di Indonesia ialah sefalotin, sefazolin, sefradin, sefaleksin,sefotiam, sefmetazol, sefoperazon, sefuroksim, sefotaksim, sefadroksil, sefsulodin, seftriakson.

 

AKTIVITAS ANTIMIKROBA

 

Seperti halnya dengan antibiotik lainnya, mekanisme kerja antibiotik sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram negatif maupun gram positif, tetapi spektrum antimikroba masing-masing derivat bervariasi.

 

SEFALOSPORIN GENERASI PERTAMA

 

In vitro, sefalosporin generasi pertama memperlihatkan spektrum  antimikroba yang terutama aktif terhadap kuman gram positif. Keunggulannya dari penisilin ialah aktivitasnya terhadap bakteri penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S.aureus, Str.pyogenes, Str.viridans dan Str. Pneumoniae. Bakteri gram positif yang juga sensitif ialah Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes, Corynebacterium diphteriae.

 

SEFALOSPORIN GENERASI KEDUA

 

Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap kuman gram negatif misalnya H.influenzae, E.coli dan Klebsiella. Terhadap Pseudomonas aeruginosa dan enterokokus golongan ini tidak efektif. Untuk infeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi.

 

SEFALOSPORIN GENERASI KETIGA

 

Golongan ini umumnya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan golongan ini ada yang aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa

 

FARMAKOKINETIK

 

Dari sifat farmakokinetiknya sefalosporin dibedakan menjadi 2 golongan. Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per oral karena diabsorbsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara IV karena menyebabkan iritasi lokal dan nyeri pada pembrian IM. Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal, kecuali sefoperazon yang sebagian besar di ekskresi  melalui empedu. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi ginjal.

 

EFEK SAMPING

 

Gejalanya hampir sama dengan reaksi alergi yang ditimbulkan oleh penisilin. Reaksi mendadak yaitu anafilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Dengan demikian pada penderita dengan alergi penisilin berat, tidak dianjurkan penggunaan sefalosporin atau kalau sangat diperlukan harus diawasi dengan sungguh-sungguh. Depresi sumsum tulang terutama granulositopenia dapat     timbul meskipun jarang. Sefalosporin merupakan zat yang nefrotoksik, meskipun jauh kurang toksik dibandingkan dengan aminoglikosida dan polimiksin. Kombinasi sefalosporin dengan gentamisin mempermudah terjadinya nefrotoksisitas. Diare dapat timbul terutama pada pemberian sefoperazon.

 

INDIKASI KLINIK

 

Sediaan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal, potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan untuk hal tersebut di atas. Perlu diingat bahwa sefalosporin generasi pertama  dan  kedua bukan merupakan obat terpilih untuk kebanyakan infeksi karena tersedia obat lain yang efektivitasnya sama dan harganya lebih murah.Untuk pengobatan infeksi oleh Klebsiella, sefalosporin tunggal maupun dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat pilihan utama. Beberapa sediaan sefalosporin  generasi ketiga merupakan obat pilihan utama untuk meningitis oleh bakteri gram negatif enterik. Telah terbukti pula bahwa sefalosporin generasi kedua dan ketiga mempunyai  efek yang sejajar dengan kombinasi ampisilin dan kloramfenikol untuk pengobatan meningitis oleh H.influenzae. Selain itu sefalosporin masih merupakan obat alternatif untuk penisilin bagi yang tidak tahan penisilin.

 

SEFALOSPORIN GENERASI PERTAMA

 

  1. Sefalotin. Obat ini tidak diserap melalui saluran cerna, sehingga umumnya diberikan secara suntikan. Suntikan IM menyebabkan rasa nyari di tempat suntikan sehingga diberikan IV. Sefalosporin generasi pertama tidak sampai pada cairan otak, sehingga tidak bermanfaat untuk terapi meningitis. Obat ini terikat pada protein plasma sebanyak 70% dan tersebar luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh kecuali CSS. Obat ini sangat tahan penisilinase stafilokokus sehingga merupakan obat terpilih diantara sediaan sefalosporin untuk infeksi s.aureus, penghasil penisilinase, selain itu sebagai alternatif penisilin  pada penderita alergi penisilin.
  2. Sefazolin. Spektrum mirip dengan sefalotin. Dalam darah sampai 85% dari dosis diikat oleh protein plasma.
  3. Sefapirin. Sifat-sifatnya mirip sefalotin.
  4. Sefaleksin. Obat ini kurang aktif terhadap S.aureus penghasil penisilinase, dapat diberikan per oral dan tahan terhadap asam lambung, makanan dalam lambung tidak mengganggu absorbsinya tetapi memperlambat tercapainya kadar puncak.
  5. Sefradin. Dapat diberikan per oral, IM atau IV.
  6. Sefadroksil. Obat ini merupakan derivat parahidroksi sefaleksin. Efek in vitro mirip sefaleksin, tetapi kadar plasma agak lebih tinggi.

 

SEFALOSPORIN GENERASI KEDUA

  1. Sefamandol. Dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama, obat ini lebih aktif terhadap bakteri gram negatif tertentu, terutama H. influenzae, spesies Enterobacter, Proteus, E.coli dan Klebsiella. Sebagian besar kokus gram positif sensitif terhadapnya.
  2. Sefoksitin. Dihasilkan oleh Sterptomyces lactamdurans. Obat ini kurang aktif terhadap spesies Enterobacter dan H.influenzae dibanding sefamandol. Terhadap kuman gram positif juga kurang aktif dibandingkan dengan sefamandol dan sefalosporin generasi pertama. Tetapi obat ini lebih aktif dari sefalosporin generasi pertama dan generasi kedua yang lain terhadap kuman anaerob.
  3. Sefaklor. Tehadap H.influenzae sefaklor lebih aktif daripada generasi pertama.
  4. Sefuroksim.Sefuroksim   untuk pengobatan meningitis oleh H.influenzae (termasuk yang resisten ampicilin), N. meningitidis dan Str.pneumoniae. Sediaan sefalosporin generasi kedua lainnya mirip sefamandol, tetapi umumnya kurang aktif terhadap H.influenzae.

 

SEFALOSPORIN GENERASI KETIGA

 

  1. Sefotaksim. Obat ini sangat aktif terhadap berbagai kuman gram positif dan gram negatif aerobik.
  2. Moksalaktam. Dibandingkan dengan sefotaksim obat ini kurang aktif terhadap kuman gram positif, H.influenzae dan Enterobactericeae tetapi lebih aktif terhadap Ps aeruginosa dan B.fragilis. Efek samping yang dapat fatal yaitu perdarahan karena mengganggu homeostasis akibat hiprotrombinemia dan disfungsi trombosit, dianjurkan untuk memberikan vitamin K.
  3. Seftriakson. Obat ini umumnya aktif terhadap kuman gram positif, tetapi kurang aktif dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Obat ini sekarang merupakan pilihan utama untuk uretritis oleh gonokokus.
  4. Sefoperazon.Obat ini lebih aktif terhadap Ps.aeruginosa dibandingkan dengan sefotaksim dan moksalaktam.
  5. Seftazidim. Aktivitas seftazidim terhadap bakteri gram positif tidak sebaik sefotaksim. Yang jelas menonjol ialah aktivitasnya terhadap Ps.aeruginosa, jauh melabihi sefotaksim, sefsulodin dan piperasilin
  6. Sefiksim. Sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan secara oral. Sefalosporin generasi ketiga derivat yang lain hanya dapat diberikan secara parenteral. Sefiksim digunakan untuk otitis media akut, bronkitis akut, infeksi saluran kemih. Efek samping ringan, yang tersering adalah diare dan keluhansaluran cerna lain.

PENISILIN

PENISILIN

penisilin

Pada tahun 1928 di London, Fleming menemukan antibiotik pertama yaitu penisilin yang satu dekade kemudian diekembangkan oleh Florey dari biakan Penicillium notatum, kemudian digunakan P.chrysogenum yang menghasilkan penisilin lebih banyak.   Penisilin semisintetik diperoleh dengan cara mengubah struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis dari inti penisilin yaitu asam 6-aminopenisilat (6-APA)

 

KIMIA

Penisilin merupakan  asam organik, terdiri dari 1 inti siklik dengan 1 rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam. Rantai samping merupakan gugus amino bebas yang dapat mengikat berbagai jenis radikal. Dengan mengikat berbagai radikal pada gugus amino bebas tersebut akan diperoleh berbagai jenis penisilin, misalnya pada penisilin G, radikalnya adalah gugus benzil.Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas antimikrobanya dalam suasana asam sehingga penisilin kelompok ini harus diberikan secara parenteral. Penisilin lain hilang aktivitasnya bila dipengaruhi enzim betalaktamase (dalam hal ini penisilinase) yang memecah cincin betalaktam.

 

 

AKTIVITAS DAN MEKANISME KERJA

Penisilin menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, akan berefek bakterisid pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh penisilin, kalaupun ada cuma bakterostatik.

 

Mekanisme kerja antibiotik betalaktam dapat diringkas dengan urutan sebagai berikut:

  1. Obat bergabung dengan Penisilin binding protein (PBP) pada kuman
  2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu.
  3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.

Di antara semua penisilin, Penisilin G mempunyai aktivitas terbaik terhadap kuman gram positif yang sensitif. Kelompok ampisilin, walaupun spektrumnya lebar, aktivitasnya terhadap mikroba gram positif tidak sekuat Penisilin G, tetapi efektif terhadap beberapa mikroba gram negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral.

 

RESISTENSI

 

Sejak penisilin mulai digunakan , jenis mikroba yang tadinya sensitif makin banyak yang menjadi resisten.

Mekanisme resistensi terhadap penisilin ialah:

  1. Pembentukan enzim betalaktamase misalnya pada kuman S.aureus, H.influenza, gonokokus dan berbagai kuman batang gram negatif. Dewasa ini dikenal 50 jenis betalaktamase. Pada ,umumnya kuman gram positif mensekresi betalaktamase ekstraselulerdalam jumlah relatif besar. Kuman gram negatif hanya sedikit menghasilkan betalaktamase tetapi tempatnya strategis yaitu di rongga periplasmik  di antara membran sitoplasma dan dinding sel kuman. Kebanyakan betalaktamase dihasilkan oleh kuman melalui kendali genetik oleh plasmid.
  2. Enzim autolisin kuman tidak bekerja sehingga timbul sifat toleran kuman terhadap obat.
  3. Kuman tidak mempunyai dinding sel (misalnya mikoplasma)
  4. Perubahan PBP atau obat tidak dapat mencapai PBP.

 

FARMAKOKINETIK

 

ABSORBSI

Penisilin G mudah rusak dalam suasana asam (pH 2). Cairan lambung dengan dengan pH 4 tidak terlalu merusak penisilin. Adanya makanan akan menghambat absorbsi yang mungkin disebabkan absorbsi penisilin pada makanan. Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 30-60 menit. Sisa 2/3 dari dosis oral diteruskan ke kolon. Di sini terjadi pemecahan oleh bakteri dan hanya sebagian kecil obat yang keluar bersama tinja. Bila dibandingkan dosis oral terhadap IM, maka untuk mendapatkan kadar efektif dalam darah, dosis penisilin G oral haruslah 4 sampai 5 kali lebih besar daripada dosis IM. Oleh karena itu penisilin G tidak dianjurkan untuk diberikan oral. Untuk memperlambat absorbsinya, Penisilin G dapat diberikan dalam bentuk repositori umpamanya penisilin G benzatin, penisilin G prokain sebagai suspensi dalam air atau minyak. Jumlah ampisilin dan senyawa sejenisnya yang diabsorbsi pada pemberian oral dipengaruhi besarnya dosis dan ada tidaknya makanan dalam saluran cerna. Dengan dosis  lebih kecil persentase yang diabsorbsi relatif lebih besar. Absorbsi amoksisilin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisilin. Dengan dosis oral yang sama, amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-kira 2 kali labih tinggi daripada yang dicapai ampisilin, sedang masa paruh eliminasi kedua obat ini hampir sama. Penyerapan ampisilin terhambat oleh adanya makanan di lambung, sedang amoksisilin tidak.

 

DISTRIBUSI

 

Penisilin G terdistribusi luas dalam tubuh. Ikatan proteinnya 65%. Kadar obat yang memadai dapat tercapai dalam hati, empedu, ginjal, usus, limfe dan semen, tetapi dalam CSS  sukar  dicapai. Pemeberian intratekal jarang dikerjakan karena resiko yang lebih tinggi dan efektifitasnya tidak lebih memuaskan. Ampisilin juga didistribusi luas di dalam tubuh dan pengikatannya oleh protein plasma hanya 20%. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar efektif pada keadaan peradangan meningen. Pada bronkitis atau pneumonia ampisilin disekresi ke dalam sputum sekitar 10% kadar serum. Distribusi amoksisilin secara garis besar sama dengan ampisilin

 

BIOTRANSFORMASI DAN EKSKRESI

 

Biotransformasi penisilin umumnya dilakukan oleh mikroba. Proses biotransformasi oleh hospes tidak bermakna berdasarkan pengaruh enzim penisilinase dan amidase.  Amidase memecah rantai samping (radikal ekor), dengan akibat penurunan potensi antimikroba yang sangat mencolok.

 

Penisilin umumnya diekskresi melalui proses sekresi di tubuli ginjal yang dihambat oleh probenesid, masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh probenesid menjadi 2-3 kali lebih lama.

Selain probenesid, beberapa obat lain juga menngkatkan masa paruh waktu eliminasi penisislin dalam darah, antara lain fenilbutazon, sulfinpirazon, asetosal dan indometasin. Kegagalan fungsi ginjal akan memperlambat ekskresi penisilin.

 

EFEK SAMPING

 

Pada umumnya pemeberian oral jarang menimbulkan efek samping daripada pemberian parenteral

  1. Rekasi alergi. Merupakan bentuk efek samping tersering dijumpai pada golongan penisilin bahkan penisilin G khususnya merupakan salah satu obat yang tersering menimbulkan alergi. Terjadinya reaksi alergi didahului oleh adanya sensitisasi, Namun mereka yang belum pernah diobati dengan penisilin dapat juga mengalami reaksi alergi, dalam hal ini diakibatkan oleh pencemaran lingkungan oleh penisilin. Manifestasi klinik terberat adalah reaksi reaksi anafilaksis. Reaksi ini banyak terjadi pada pemberian parenteral, tetapi pemebrian oral dan pemberian uji kulit intradermal dapat juga menimbulkan reaksi anafilaksis. Ampisilin menyebabkan nefropati. Gangguan fungsi hati oleh penisilin berkembang menjadi hepatitis anikterik dengan nekrosis sel hati. Reaksi alergi yang sifatnya ringan sampai sedang berupa berbagai bentuk kemerahan kulit, dermatitis kontak, gaangguan lain pada mulut, demam, tetapi yang tersering adalah kemerahan kulit. Tindakan yang diambil terhadap reaksi alergi adalah menghentikan pemberian obat dan memberikan terapi simtomatik dengan adrenalin. Bila perlu tambahkan antihistamin dan kortikosteroid. Pemberian antihistamin sebelum atau bersama-sama dengan pemberian penisilin tiidak bermanfaat untuk mencegah reaksi anafilaksis sebab reaksi ini diperantarai oleh berbagai zat termasuk histamin, serotonin dan bradikinin.
  2. Reaksi toksik dan iritasi lokal. Adanya kemerahan pada kulit, kemerahan ini bersifat difus, tidak gatal. Kemerahan timbul 7-10 hari setelah dimulainya terapi dan menghilang sendiri. Efek toksik penisilin terhadap susunan syaraf menimbulkan gejala epilepsi, dan ini dapat ditimbulkan dengan pemberian penisilin IV dosis besar sekali. Dasar kejadiannya diperkirakan akibat depolarisasi parsial dan peningkatan eksitabilitas membran neuron.

 

PERUBAHAN BIOLOGIK

 

Perubahan biologik oleh penisilin terjadi akibat gangguan flora normal bakteri di berbagai bagian tubuh. Abses dapat terjadi pada tempat suntikan dengan penyebab stafilkokus atau bakteri gram negatif. Hambatan pembentukan imunitas terhadap mikroba penyebeb infeksi dapat terjadi terutama bila penisilin diberikan terlalu dini dalam proses infeksi dan diberikan dalam dosis besar.

 

SEDIAAN

 

Fenoksimetil penisilin

Ampisilin

Amoksisilin

 

INDIKASI

 

Mastitis oleh Streptokokus dan Staphilokokus (efektif), E.coli, Pseudomonas, Mycoplasma (tidak efektif)

 

Dosis

Infeksi Anthrax: 10.000 unit/kg BB interval 12 jam

Infeksi mastitis: 300.000 unit/kwartil interval 24-48 jam

Infeksi Clostridium, Actinobacillosis dan Leptospirosis 10.000 unit/kg BB

 

PENGGUNAAN KLINIK

 

INFEKSI KOKUS GRAM POSITIF

  • Infeksi Pneumokokus. Penisilin G sampai sekarang masih efektif terhadap semua jenis infeksi pneumokokus, antara lain pneumonia, meningitis, endokarditis.
  • Infeksi streptokokus
  • Infeksi Stafilokokus

INFEKSI KOKUS GRAM NEGATIF

  • Infeksi meningokokus
  • Infeksi gonokokus

AKTINOMIKOSIS

INFEKSI BATANG GRAM NEGATIF

  • Salmonella dan Shigella. Pada gastroenteritis yang tidak berat yang tidak berat, basil sensitif dengan pemberian ampisilin, untuk penyakit yang lebih berat (bakteremia, demam enterik oleh Salmonella) diperlukan terapi parenteral. Walaupun ampisilin efektif terhadap Salmonella, tetapi kloramfenikol merupakan obat pilihan utama pada demam tifoid dan paratifoid, sebab selain kloramfenikol lebih unggul, ampicillin perlu dicadangkan sebagai alternatif yang efektif.
  • Haemophilus influenza. Faringitis, otitis media, osteomyelitis oleh kuman ini cukup responsif dengan ampisilin, dan bila infeksinya ringan cukup diberikan per oral, infeksi oleh H.influenzae penghasil betalaktam harus diobati dengan kloramfenikol.
  • Pasteurella. Satu-satunya spesies yang sangat sensitif terhadap penisilin adalah P.multocida yang sering menyebabkan infeksi jaringan lunak, meningitis dan bakteremia. Terapinya adalah penisilin G parenteral.

 

INFEKSI BATANG GRAM POSITIF

  • Diphteria. Antitoksin sangat diperlukan untuk mengurangi insiden komplikasi dan mempercepat penyembuhan penyakit. Penisilin G digunakan hanya untuk mengatasi keadaan kronik maupun akut.
  • Clostridia. Penisilin G merupakan obat terpilih untuk terapi tetanus.
  • Antraks. Penisilin G dapat digunakan.
  • Listeria. Penisilin G parenteral.

SULFONAMID

SULFONAMID

Sulfonamid

struktur kimia

Aktivitas antimikroba: sulfonamid memiliki spektrum antibakteri yang luas, meskipun kurang kuat  dibandingkan  dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten makin meningkat. Golongan ini umumnya bakteriostatik, namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakteriosid.

 

Spektrum antibakteri : pada kuman gram positif dan negatif, kuman sensitif terhadap sulfa secara in vitro ialah Strep.pyogenes, Strep. Pneumoniae, beberapa galur Bacillus antracis dan Corynebacterium diptheriae, Haemophilus influenza, Brucella, vibrio cholerae, Nocardia, Actinomyces, Chlamydia thracomatis dan beberapa protozoa. Beberapa kuman enterik juga dihambat. E.coli penyebab infeksi saluran kemih telah resisten dengan sulfonamid, karena itu sulfonamid bukan merupakan obat pilihan lagi untuk penyakit ini. Banyak galur meningokokus, pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan gonokokus yang sekarang telah resisten  terhadap sulfonamid.

 

Mekanisme kerja: kuman memerlukan PABA (p aminobenzoic acid) untuk membuat asam folat yang digunakan untuk sintesis purin dan asam-asam nukleat. Sel-sel mamalia tidak dipengaruhi oleh sulfonamid karena menggunakan folat jadi yang terdapat dalam makanan (tidak mensintesis sendiri senyawa tersebut). Dalam proses sintesis asam folat, bila PABA digantikan oleh sulfonamid, maka akan terbentuk analog asam folat yangtidak fungsional.

 

Kombinasi dengan trimetoprim: Memperlihatkan efek sinergistik paling kuat bila digunakan bersama sulfonamid, karena senyawa ini menghambat enzim dihidrofolat reduktase, enzim ini berfungsi mereduksi asam dihidrofolat reduktase menjadi asam tetrahidrofolat.

 

Resistensi bakteri: biasanya bersifat ireversibel, tetapi tidak disertai resistensi silang terhadap kemoterapeutik lain. Resistensi akan mengubah struktur molekul enzim yang berperan dalam sintesis folat sedemikian rupa sehingga afinitasnya terhadap sulfonamid turun.

 

FARMAKOKINETIK

 

ABSORBSI:  mudah dan cepat pada saluran cerna. Kira-kira 70-100% dosis oral sulfonamid diabsorbsi melalui saluran cerna dan dapat ditemukan dalam urin 30 menit setelah pemberian. Absorbsi terutama terjadi pada usus halus, tetapi beberapa sulfa dapat diabsorbsi melalui lambung.

Absorbsi cepat dan komplit pada unggas, pada sapi lambat sedangkan pada babi dan kuda intermediate.

 

DISTRIBUSI: Obat ini tersebar ke seluruh jaringan tubuh, karena itu berguna pada infeksi sistemik dan  dalam cairan tubuh kadar obat bentuk bebas mencapai 50-80% kadar dalam darah. Pemberian sulfadiazin dan sulfisoksazol secara sistemik dengan dosis adekuat dapat mencapai kadar efekif dalam CSS otak dengan kadar 10-80% dari kadarnya dalam darah. Obat ini menimbulkan efek toksik pada janin

 

METABOLISME: dalam tubuh, sulfa mengalami asetilasi dan oksidasi. Hasil oksidasi inilah yang menyebabkan efek toksik sistemik pada kulit berupa lesi dan gejala hipersensitivitas, sedangkan asetilasi menyebabkan hilangnya aktivitas obat. Beberapa sulfonamid yang terasetilasi lebih sukar larut dalam air sehingga sering menyebabkan kristaluria dan komplikasi ginjal lain. Bentuk asetil ini lebih banyak terikat protein plasma daripada bentuk asalnya. Kadar bentuk terkonjugasi ini tergantung pada besarnya dosis, lama pemberian, keadaan fungsi ginjal dan hati.

 

 

EKSKRESI: diekskresi melalui ginjal, baik dalam bentuk asetil maupun dalam bentuk bebas, sebagian kecil melalui tinja, empedu dan ASI

 

Cara pemberian yang paling aman dan mudah ialah per oral, absorbsinya cepat dan kadar yang cukup dalam darah segera tercapai. Bila pemberian per oral tidak mungkin dilakukan maka dapat diberikan parenteral (IM atau IV). Penggunaan topikal sulfonamid umumnya telah ditinggalkan kecuali sulfasetamid untuk mata, mafenid asetat dan sulfadiazin perak untuk luka bakar, serta sulfasalazin untuk kolitis ulseratif.

 

Sulfonamid:

  1. Sistemik sulfonamid: sulfadimidin, sulfadimetoxin, sulfathiazol,sulfamerazin
  2. Enteric sulfonamid: suksinilsulfatiazol
  3. Topical sulfonamid: sulfasetamid, digunakan secara topikal untuk infeksi mata. Obat ini dapat menembus ke dalam cairan dan jaringan mata mencapai kadar yang tinggi, sehingga sangat baik untuk konjungtivitis akut maupun kronik. Meslipun jarang menimbulkan reaksi sensitisasi obat ini tidak boleh diberikan pada penderita yang alergi terhadap sulfonamid. Obat ini tersedia dalam bentuk salep mata 10%  atau tetes mata 30%. Pada infeksi kronis diberikan 1-2 tetes setiap 2 jam atau infeksi yang berat 3-4 kali sehari. Sulfadiazin-perak merupakan obat pilihan untuk infeksi pencegahan infeksi luka bakar. Obat ini tersedia dalam krem (10mg/g) yang diberikan 1-2 kali sehari.

 

EFEK NONTERAPI

Terdapat pada 5% pada penderita yang mendapat sulfonamid. Reaksi ini dapat hebat dan kadang-kadang bersifat fatal.

  1. Gangguan sistem hematopoetik. Anemia hemolitik akut (karena defisiensi enzim G6PD). Sulfadiazin jarang menimbulkan reaksi ini, agranulositosis terjadi pada sekitar 0,1% penderita yang mendapat sulfadiazin. Kebanyakan penderita sembuh kembali dalam beberapa minggu atau bulan setelah pemberian sulfonamid dihentikan. Anemia aplastik dapat bersifat fatal. Trombositopenia ringan, eosinofilia yang reversibel.
  2. Gangguan saluran kemih. Pemakaian sistemik dapat menimbulkan komplikasi pada saluran kemih, meskipun sekarang jarang terjadi karena telah banyak ditemukan sulfa yang lebih mudah larut seperti sulfisoksazol. Penyebab utama ialah pembentukan dan penumpukan kristal dalam ginjal, kaliks, pelvis, ureter atau kandung kemih yang menyebabkan iritasi dan obstruksi. Bahaya kristaluria dapat dikurangi dengan minum air yang banyak sehingga produksi urin dapat mencapai 1-1,5 l perhari
  3. Reaksi alergi. Pada kulit timbul minggu pertama pengobatan tetapi mungkin lebih dini pada penderita yang telah tersensitisasi. Demam, priritus, sakit kepala.

 

Penggunaan klinik:

  1. Infeksi saluran kemih. Sulfonamid bukan lagi merupakan drug of choice, tetapi masih bisa digunakan Sulfisoksazol, trimetoprim-sulfametoksazol, antiseptik saluran kemih, derivat quinolon dan ampisilin.
  2. Disentri. Sulfonamid tidak lagi merupakan drug of choice karena banyak strain yang telah resisten. Obat terpilih sekarang adalah ampicillin atau kloramfenikol, tetapi trimetoprim-sulfametoksazol agaknya masih efektif diberikan oral.
  3. Meningitis. Sulfonamid bukan drug of choice, sehingga obat terpilihnya adalah penisilin G, ampicillin, sefalosporin generasi ke3 atau kloramfenikol.
  4. Trakoma dan inclusion conjungtivitis. Walaupun bukan merupakan obat terpilih, pemberian sulfonamid secara oral efektif untuk trakoma. Inclusion conjungtivitis dapat diberikan sulfasetamid 10% secara topikal, dapat juga digunakan tetrasiklin.
  5. Toksoplasmosis.T.gondii paling baik jika diobati dengan pirimetamin, tetapi lebih baik jika dikombinasi dengan sulfadiazin, sulfasoksazol. Bila terjadi korioretinitis sebaiknya juga diberikan kortikosteroid.

Kucing Ras Maine Coon

PENDAHULUAN

 

Maine Coon adalah salah satu ras kucing yang terbentuk secara alamiah. Sesuai namanya, ras ini berasal dari negara bagian Maine (Amerika serikat). Berbagai mitos dan legenda berhubungan  dengan asal  ras kucing ini. Meskipun secara biologi tidak mungkin terjadi, banyak orang percaya Maine Coon dihasilkan dari perkawinan kucing setengah liar dengan Racoon. Mitos ini muncul  karena bentuk dan warna ekor kucing maine coon banyak yang menyerupai ekor racoon. Selain itu nama racoon juga kemudian diadopsi membentuk nama ras kucing ini, maine – berasal dari nama negara bagian dan coon – kependekan dari racoon.

Cerita  lain yang cukup populer adalah, maine coon berasal dari enam ekor kucing peliharaan Marie Antoinette yang dikirim ke Wiscasset (Maine) ketika ia merencanakan untuk melarikan diri dengan Captain Samuel Clough dari Perancis pada saat terjadi revolusi Perancis. Walaupun dia tidak pernah sampai ke USA,kucingnya selamat sampai ke Wiscasset, Maine.

 

 

 

 

 

 

 

PEMBAHASAN

 

Maine Coon

Kerajaan:

Animalia

Filum:

Chordata

Kelas:

Mamalia

Ordo:

Karnivora

Famili:

Felidae

Genus:

Felis

Spesies:

F. silvestris

 Gambar

Maine coon adalah salah satu ras kucing yang terbentuk secara alamiah. Sesuai namanya, ras ini berasal dari negara bagian Maine, Amerika Serikat. Berbagai mitos dan legenda berhubungan dengan asal ras kucing ini. Meskipun secara biologi tidak mungkin terjadim banyak orang percaya Maine Coon dihasilkan dari perkawinan kucing setengah liar dengan rakun (Inggris: raccoon, ed.) mitos ini muncul karena bentuk dan warna ekor kucing ras ini banyak menyerupai ekor rakun. Selain itu,nama rakun juga kemudian diadopsi membentuk nama ras kucing ini; maine-nama negara bagian dan coon-kependekan dari racoon.

Kebanyakan pembiak kucing berpendapat bahwa ras ini dihasilkan dari perkawinan kucing domestik dengan kucing-kucing berbulu panjang dari negara lain. Dua ras kucing yang diduga menjadi nenek moyang Maine Coon adalah kucing Anggora (diduga dibawa oleh para pedagang Inggris) dan Norwegian Forest (dibawa ke Amerika oleh bangsa Viking). Terlepas daribenar atau tidaknya dugaan tersebut,bentuk fisik Norwegian Forest memang mirip dengan Maine Coon.

Popularitas ras ini menurun pada tahun 1900-an, terkalahkan oleh popularitas kucing persia. Tahun 1950 ras ini mulai kembali dikembangkan, didaftarkan, dan diikutsertakan dalam kontes kucing. Pada tahun 1968, enam orang pembiak kucing Maine Coon bergabung dan membentuk MCBFA (Maine Coon Breeders and Fanciers Association) untuk mempertahankan dan melestarikan ras ini. Pada tahun 1980, Maine Coon diakui oleh semua organisasi penggemar kucing sebagai satu ras dengan karakteristik dan standar tersendiri. Saat ini,di Indonesia pun telah ada beberapa pembiak Maine Coon.

Tempramen

Maine Coon adalah kucing yang dekat dengan manusia, tidak sepenuhnya independen tetapi juga tidak selalu mencari perhatian pemiliknya. Dibandingkan persia yang lebih suka tidur dipangkuan, maine coon lebih aktif dan suka berada dekat disekitar pemiliknya.

 

Karakteristik

Maine Coon mempunyai badan tinggi, berotot, dan bertulang besar. Kucing jantan dewasa biasanya mempunyai berat badan 6-9 kg dengan panjang badan satu meter, sedangkan betina biasanya lebih kecil dengan berat 4-6 kg.

Dengan tambahan bulu musm dingin yang bisa mencapai panjang 7 cm Maine Coon terlihat sangat besar. Kucing Maine Coon terbesar yang pernah tercatat mempunyai panjang badan (dari kepala sampai ekor) 121 cm.

Ciri utama fisik Maine Coon terdapat di kepala,bentuk badan, tekstur bulu, dan bulu disekitar leher yang menyerupai surai singa.badan besar-panjang, hampir segi empat, pertulagan dan perototan kuat.

Kepala berukuran sedang dan lebar, dahi sedikit melengkung,tulang pipi menonjol dengan prototan yang jelas. Hidung lebar dan sedikit melengkung pada bagian ujung dengan dagutajam. Maine Coon asli mempunyai jari kaki lebih banyak dibandingkan kucing lainnya. Kelebihan jari ini disebut polidactyl dan bersifat genetik dominan. Meskipun ada beberapa pembiak kucing yang khusus memelihara sifat asli ini,sebagian besar Maine Coon modern tidak lagi membawa gen polidactyl. Kebanyakan organisasi dan klub kucing dunia tidak mengijinkan kucing polidactyl ikut kontes, akibatnya Maine Coon Polidactyl tidak banyak dikembangkan lagi.

 

Ciri Fisik

Ciri utama fisik maine coon terdapat pada kepala, bentuk badan, tekstur bulu dan bulu disekitar leher yang menyerupai surai singa. Badan besar, panjang hampir berbentuk segi empat, pertulangan dan perototan kuat. Kepala berukuran sedang dan lebar, dahi sedikit melengkung, tulang pipi menonjol dengan perototan yang jelas. Hidung lebar dan sedikit melengkung pada bagian ujung dengan dagu yang tajam.

Telinga besar dan lebar pada bagian bawah, sedikit membentuk lancip pada bagian ujungnya, dan didalam telinga ditumbuhi bulu yang cukup panjang. Mata lebar dan agak oval, terlihat bulat ketika terbuka lebar. Panjang leher sedang dan kuat, serta sedikit melengkung. Kaki sedang panjangnya dengan pertulangan dan perototan yang kuat. Ekor panjang dan lebar pada bagian pangkal serta menipis ke ujung, bulu ekor cukup lebat. Bulunya tebal dan halus, pendek pada bagian kepala, bahu dan kaki, sedikit panjang di bagian punggung dan paha, sedangkan diperut dan leher lebih panjang. Undercoat lembut dan tahan terhadap air, karena bulunya sedikit berminyak. (drh. Neno WS)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Susetyo R, Bayu; Panduan memelihara kucing persia; 2008; PT Agro Media Utama; Jakarta.

http://www.tirthamcattery.com/aboutmainecoon.htm

http://www.kucingkita.com/ras-kucing/maine-coon

http://www.rasyashare.com/2012/11/karakteristik-kucing-maine-coon.html

http://wawashahab.blogspot.com/

 

 

Kebuntingan Kucing

Kebuntingan Pada Kucing

06.39 | Fisiologi , Kemajiran dan Kebidanan
Image
Pendahuluan
Kebuntingan normal dan abnormal pada kucing domestik dipelajari untuk membantu dokter hewan yang bekerja di breeder kucing dan juga sebagai acuan untuk mempelajari fisiologi reproduksi dari kucing non domestik. Artikel ini mengulas tentang kondisi fisiologi dan endokrinologi serta abnormalitas kebuntingan pada kucing domestik.

Endokrinologi kebuntingan
Tiga hormon yang penting selama kebuntingan adalah estradiol-17β, LH dan progesterone yang masing-masing disekresikan dalam kadar yang berbeda selama masa kebuntingan induk kucing.

Estrogen
Pada awal kebuntingan, kadar dari estradiol-17β dalam darah berfluktuasi sepanjang baseline, dan akan meningkat pada satu minggu sebelum partus [1]. Kadar dari LH dalam darah juga berfluktuasi sepanjang baseline pada awal kebuntingan dan kadarnya akan semakin turun sampai waktu partus [1].

Progesteron
Kadar progesterone akan naik setelah terjadi ovulasi spontan atau ovulasi induksi dan akan selalu ada selama masa kebuntingan untuk menjaga kebuntingan. Sumber penghasil progesteron pada kucing berbeda-beda pada banyak penelitian. Pada salah satu penelitian menyebutkan bahwa induk kucing hamil yang diovariektomi pada usia kebuntingan 45-49 tidak terjadi kebuntingan, hal ini menunjukan bahwa ada penghasil progesterone di luar ovarium [2]. Ini juga diperkuat dengan adanya enzim yang penting untuk produksi progesteron pada plasenta kucing, ini menunjukan bahwa plasenta fetus juga dapat sebagai penghasil progesteron selama kebuntingan [3]. Pada penelitian lain ditunjukan bahwa induk kucing yang diovariektomi pada usia kebuntingan 30-45 hari terjadi penurunan kadar progesterone yang kemudian terjadi abortus, bagaimanapun juga kebuntingan dapat dijaga dengan memberikan suplemen progesterone pada induk kucing setelah diovariektomi [4]. Prolaktin merupakan nama lain dari LTH [5]. Penghambatan sekresi prolaktin dengan obat-obatan seperti cabergoline pada pertengahan kebuntingan akhir akan menyebabkan turunnya kadar progesteron dalam darah dari 80% sampai dengan 100% pada induk kucing yang diikuti dengan terjadinya abortus [4] dan [6], hal ini menunjukan bahwa CL merupakan sumber utama penghasil progesteron selama kebuntingan kucing.
Progesteron dari manapun dihasilkan selama kebuntingan kadarnya berkisar antara 11-60 ng/ml pada awal kopulasi dan akan turun sampai kadar terendah pada saat partus [1].

Karakteristik kebuntingan normal
Litter size
Rata-rata litter size pada kucing adalah 4.0 anak kucing per litter [1], [7], [8], dan [9], dan bervariasi tergantung pada jenisnya. Banyaknya perkawinan tidak ada hubungannya dengan litter size [8]. Pernah dilaporkan dalam satu indukan melahirkan 18 anak kucing melalui ovariohysterectomi [10]. Pada kebuntingan normal induk kucing diamati cervix uterus tidak jelas selama diestrus dan kebuntingan dan juga tidak ada perubahan pada vulva [11]. Pada akhir kebuntingan anemia normosistik dan normokromik dengan reticulocytosis sering terjadi [12].

Lama kebuntingan
Lama kebuntingan pada kucing domestik, dari hari pertama atau terakhir kali kawin sampai terjadinya partus rata-rata 65.6 hari, dengan range antara 52-74 hari [1], [7], [9], dan [13]. Lama kebuntingan kurang dari 60 hari menunjukan terjadinya penurunan daya hidup dari keturunannya. Adanya variasi lama kebuntingan dapat disebabkan oleh jenis kucingnya, pada kucing Siam rata-rata 63 hari dan pada kucing Persi adalah 65 hari [8]. Selain itu lama kebuntingan juga dapat disebabkan oleh variasi spesies dan secara umum lama kebuntingan ada hubungannya dengan ukuran badan dari kucing.

Diet selama kebuntingan
Selama kebuntingan, kebutuhan akan protein akan meningkat, terutama untuk asam amino-arginin, lisin, dan triptophan [9] dan [14]. Induk kucing bunting membutuhkan lebih banyak diet protein dari pada karbohidrat [15]. Minimal diet untuk induk kucing bunting harus mengandung 32% protein dan 18% lemak [9]. Menjelang partus, induk kucing harus mendapatkan protein sebanyak 12-38% dari berat badannya sebelum bunting [7].
Multipel pejantan dan multipel umur pada litter
Superfekundasi, terjadi pada keturunan yang berasal lebih dari satu pejantan dalam satu indukan dan hal ini sering terjadi pada kucing. Superfetasi, secara bersamaan tampak pada keturunan yang berbeda umur kebuntingannya di dalam uterus dan hal ini jarang terjadi pada kucing domestik [10], [16], dan [17]. Untuk terjadinya superfetasi, konsepsi harus terjadi setelah folikel tersier diinduksi dengan kopulasi untuk terjadinya ovulasi pada kucing betina bunting. Periode pertumbuhan folikel terjadi pada fase luteal pada kucing dan ovarium dapat merespon gonadotropin pada pertengahan masa kebuntingan [19], sehingga kucing masih menunjukan gejala estrus atau tingkah laku kawin selama kebuntingan dengan kadar estradiol dan LH yang tidak signifikan dalam darah. Hal ini menunjukan bahwa aktivitas estrus tidak ada korelasinya dengan endokrinologi atau fisiologi dari kemampuan fertilitas [20].

Abnormalitas kebuntingan
Eclampsia
Eclampsia atau hypokalsemia sering terjadi pada kucing yang melakukan laktasi pada anak kucing dalam jumlah banyak dan pernah juga terjadi pada kucing bunting 3-17 hari sebelum partus [21]. Tidak ada korelasi antara diet dengan terjadi eclampsia. Gejala dari eclampsia tidak spesifik meliputi kelesuan, anoraksia, faskulisasi dan tremor pada otot, dehydrasi, kelelahan, kepucatan, hypothermia, dyspnea dan atau tachypnea dan bradicardia. Diagnosa dapat dilakukan dengan melihat adanya abnormalitas dari kadar kalsium dalam darah yang rendah. Hal itu menyebabkan adanya gangguan pada kucing terutama dalam hal pengaturan kalsium dalam darah sehingga kucing perlu mendapatkan tambahan kalsium secara per oral selama satu bulan setalah partus.

Kebuntingan ectopic
Kebuntingan ectopic terjadi karena perkembangan satu atau beberapa fetus diluar uterus. Pada kebuntingan ectopic primer perkembangan zigot yang meliputi fase embrionik dan fase fetus berada di luar uterus. Pada kebuntingan ectopicsekunder terjadi perkembangan fetus di cavum abdomen setelah dinding uterus mengalami ruptur yang disebabkan karena trauma. Pada suatu kasus, kebuntinganectopic pada kucing dilaporkan tidak mungkin ada anak kucing hidup di luar uterus, akan tetapi banyak kejadian yang melaporkan adanya mummifikasi dan maserasi fetus di cavum abdomen [22], [23], [24], [25] dan [26]. Kebanyakan kebuntinganectopic, fetusnya aseptik dan dapat menyebabkan gejala klinis pada kucing seperti gastrointestinal (vomitus anoreksia), urinari (hematuria, poliuria dan urinasi tidak pada litter box) dan juga adanya gejala yang tidak spesifik seperti depresi dan kelesuan. Diagnosa dilakukan dengan abdominal radiograpi atau USG. Treatment yang sering dilakukan yaitu dengan operasi untuk membuang jaringan fetus.

Torsi uteri
Torsi satu atau kedua kornu uteri jarang terjadi pada induk kucing akan tetapi dapat terjadi pada kebuntingan akhir, pada minggu kelima sampai dengan partus. Torsi unilateral lebih sering ada, ini terjadi pada 93% dari kasus yang ada [27]. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas fetus atau gerakan dari induk yang menyebabkan kornu uteri berputar mengelilingi sepanjang axis [27] dan [28]. Derajat perubahan dari torsi uteri bervariasi mulai dari 180° sampai 900° dan akan menyebabkan gejala klinis yang bervariasi sesuai dengan derajat perubahan dari torsi uteri [29]. Gejala klinis meliputi perubahan pada selaput lendir, hemoragi pada vulva, rasa sakit pada abdomen dan atau distensi abdomen, hypothermia, tachycardia dan kepucatan serta distokia [27], [29] dan [30]. Kondisi tersebut didiagnosa dengan menggunakan USG pada abdomen. Diagnosa dapat diperkuat dengan USG menggunakan pengecatan Doppler atau dengan explorasi laparotomi. Opsi terakhir untuk treatment yaitu dengan operasi.

Keguguran
Keguguran dapat disebabkan oleh agen infeksi atau non-infeksi. Agen infeksi meliputi bakteri, virus dan protozoa.

Bakteri
Bakteri yang menyebabkan pregnancy loss jarang sekali dilaporkan terjadi pada kucing. Contohnya pada kasus distokia dan stillbirth pada anak kucing biasanya disebabkan karena adanya asosiasi antara kondisi lingkungan dengan kontaminasi dari Salmonella typhimurium, yang berasal dari pakan kasar untuk semua kucing di tempatnya [31]. Kemudian pada kasus yang lain, percobaan dengan menggunakan infeksi dari Bartonella henselae akan menyebabkan terjadinya sub-fertilitas pada induk kucing, akan tetapi bakteri tidak menular lewat kopulasi, tranplasenta atau lewat colostrum dan susu.

Virus
Feline leukemia virus
Feline leukemia virus merupakan retrovirus yang menural secara horisontal dan sering ditemukan pada kucing yang diperbolehkan berkeliaran bersama kucing lain di luar rumah atau dalam satu rumah terdapat banyak kcing. Apabila terjadi infeksi feline leukemia virus akan menyebabkan abortus secara epidemik dalam suatu cattery [33]. Manajemen untuk mengontrol feline leukemia virus yaitu dengan melakukan uji serotipe pada semua kucing dalam suatu cattery dan menyingkirkan kucing yang terbukti positif [34]. Kucing dengan sejarah pernah terinfeksi feline leukemia virus dapat menyebarkan penyakit ini, oleh karena itu program vaksinasi dan treatment yang baik sangat penting untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit [35].

Feline immunodeficiency virus
Feline immunodeficiency virus (FIV) merupakan penyebab lain dari keguguran pada induk kucing. Pada suatu penelitian, induk kucing normal menghasilkan rata-rata 3.8 anak kucing dan 1 dari 31 konsepsi yang gagal sedangkan induk kucing yang terinfeksi FIV hanya menghasilkan 2.7 anak kucing dan 15 dari 25 konsepsi yang gagal, selain itu 14 dari 15 plasenta tampak adanya FIV. FIV dapat ditularkan secara horisontal dengan kontak langsung melalui gigitan maupun tidak langsung melalui sekresi susu dan semen [38]. Dengan vaksinasi sebagai kontrol untuk penyebaran infeksi FIV dapat mencegah terjadinya keguguran pada kucing.

Feline enteric corona virus
Feline enteric corona virus (FcoV) merupakan virus yang ada dimana-mana yang dapat menyebabkan feline infeksi peritonitis (FIP) pada beberapa kucing [39] dan [40]. FCoV itu endemic pada kebanyakan jenis kucing rumahan, dengan prevalensi serotipe 75-100% [40]. Setelah FcoV masuk dalam tubuh kucing 10% akan mengalami FIP, 13% menjadi sembuh dan carier serta sisanya 77% menjadi terinfeksi, virus dapat tahan di dalam feses selama beberapa bulan dan baru kemudian hilang yang dapat dengan mudah dapat menimbulkan infeksi kembali [41]. Fasilitas untuk kucing dengan titer FCoV yang tinggi sering menyebabkan terjadinya kegagalan reproduksi, abortus dan kematian fetus pada saat lahir [33]. Karena virus ini ada dimana-mana, menejemen pencegahannya dengan test dan removal program. Semua kucing yang ada di fasilitas harus ditest setiap 3-6 bulan dan hewan dengan test positif kandangnya harus dipisahkan dari hewan yang hasil testnya negatif. Induk dengan serotipe positif harus dikawinkan dengan pejantan yang serotipenya positif dan juga sebaliknya. Semua kucing yang keluar dari breeder harus disertai dengan surat yang menunjukan status serologisnya. Untuk mencegah penyebaran FCoV, litter box digunakan hanya untuk satu atau dua kucing, bersihkan semua litter box setidaknya sehari sekali dan didesinfektan satu minggu sekali, jauhkan litter box dari tempat pakan dan bersihkan litter box secara reguler [41].

Feline herpes virus
Infeksi feline herpes virus dapat menyebabkan viral rhinotracheitis. Induk kucing yang diinfeksi secara experimen lewat intranasal akan menyebabkan terjadinya abortus, gangguan pada pernafasan dan tidak ada lesi pada plasentanya saat dipreiksa [43]. Vaksinasi pada induk kucing sebelum breeding sangat dianjurkan untuk mencegah terinfeksinya penyakit ini.

Panleukopenia
Panleukopenia atau distemper disebabkan oleh parvovirus. Infeksi virus ini akan menyebabkan abortus atau anak lahir dengan menderita hypoplasia cerebelum, tergantung pada tahap kebuntingannya waktu terjadinya infeksi [33] dan [44]. Panleukopenia dapat dikontrol dengan pemberian vaksinasi sebelum breeding.

Protozoa
Toxoplasma gondii merupakan protozoa yang hospes definitivnya adalah kucing. Kucing yang terinfeksi menyebarkan oocysta yang non infeksi dalam fesesnya. Sista kemudian mengalami sporulasi diluar tubuh kucing dan diingesti oleh hospes intermedier. Kucing terinfeksi karena memakan jaringan hewan yang mengandung sista tadi. Toxoplasmosis pada induk kucing bunting dapat menyebabkan terjadinya penyakit neurologi pada fetus dan biasanya disertai dengan terjadinya abortus serta anak kucing yang terinfeksi secara tranplasenta akan mati sebelum atau setelah lahir [33], [45], dan [46]. Tindakan pencegahan terhadap toxoplasmosis yaitu dengan tidak mengijinkan kucing berburu hewan seperti tikus dan tidak diberi pakan daging mentah [45].

Sebab non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari keguguran pada kucing meliputi hypoluteoidisme, abnormalitas kromosom, diet yang tidak tepat dan embriotoxic dan nutrisi untuk induk kucing. Selain itu keguguran dapat juga disebabkan oleh faktor lainnya.

Hypoluteoidisme
Hypoluteoidisme disebabkan karena penghentian fungsi corpus luteum (CL) sebelum waktunya sehingga terjadi penurunan kadaar progesteron dalam darah yang kemudian diikuti dengan pregnancy loss. Corpus luteum merupakan tempat penghasil utama progesteron meskipun bukan satu-satunya tempat untuk sekresi progesteron selama kebuntingan. Yang perlu ditekankan adalah penyebab spontan turunnya dari fungsi CL belum diketahui secara pasti, hal ini dibuktikan dengan hasil sekresi dari uterus tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap fungsi dari CL [49]. Dengan demikian sista endometrial atau penyebab lain dari inflamasi uterus yang akan diikuti dengan releasenya prostaglandin tidak terlibat pada kejadian hypoluteoidisme.

Abnormalitas kromosom
Abnormalitas kromosom pada anak kucing akan menyebabkan terjadi perkembangan gen lethal yang dapat berdampak terjadinya subfertilitas setelah kucing tersebut dewasa [33]. Induk dan kucing pejantan yang menghasilkan keturunan dengan kromosom yang abnormal tidak boleh dikembangbiakan antara satu dengan yang lainnya akan tetapi dapat dikawinkan dengan kucing yang lain

Diet
Diet dapat menyebabkan penurunan performan dari reproduksi pada kucing, seperti malnutrisi dan defisiensi taurin. Kucing kemampuannya dalam mensintesa taurin sangat terbatas oleh karena itu diet akan taurin sangat dibutuhkan. Kucing yang mengalami defisiensi taurin akan mengalami abortus selain itu juga dapat menyebabkan anak kucing lahir dengan berat badan yang rendah [50] dan [51]. Pakan komersial yang sudah mempunyai sertifikat dari American Association of Feed Control Officials (AAFCO) sudah mempunyai kandungan taurin yang cukup.

Faktor lain
Induk kucing bisanya mengalami pregnancy loss tanpa disebab yang jelas. Hasil penelitian dari lima ekor kucing dengan sejarah pernah mengalami pregnancy loss selama masa kebuntingannya menunjukan adanya nekrosis multifokal pada plasentanya yang diikuti dengan kematian fetus dan mengalami autolisis, akan tetapi tidak ada infeksi organisme ataupun proses patologi pada saat diidentifikasi.
Sulit untuk membedakan keguguran pada usia muda dengan kurangnya konsepsi pada induk kucing. Abnormalitas tersebut membuat adanya kebuntingan menjadi tidak diketahui. Pemeriksaan fisik yang lengkap dan diagnosa yang seksama sangat dibutuhkan (Tabel 1). Diagnosa yang pasti tentang masalah ini akan membuat manajemen pada cattery atau perawatan pada induk kucing menjadi lebih baik, sehingga akan meningkatkan fertilitas dari kucing tersebut.

 

Infeksi Cacing

A. Latar Belakang
Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya beli serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi.
Dengan meningkatnya permintaan tersebut, memberikan peluang untuk berkembangnya usaha agribisnis peternakan, khususnya sapi, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja . sapi juga dapat digunakan untuk menarik gerobak, kotoran sapi juga mempinyai nilai ekonomis, karena pupuk organik termasuk yang dibutuhkan hampir semua tumbuhan. Kotoran sapi juga dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih subur dan gembur.
Sapi adalah bangsa Bos taurus berasal dari daerah Simme di negara Switzerland tetapi sekarang berkembang lebih cepat di benua Eropa dan Amerika, merupakan tipe sapi perah dan pedaging, warna bulu coklat kemerahan (merah bata), dibagian muka dan lutut kebawah serta ujung ekor ber warna putih, sapi jantan dewasanya mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasanya 800 kg (Erlangga, 2009).
(Mayulu dkk., 2010) juga mengatakan Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50 persen (45-55persen) kebutuhan daging di dunia, 95 persen kebutuhan susu dan 85 persen kebutuhan kulit. Kebutuhan akan konsumsi daging sapi setiap tahun selalu meningkat. Sementara itu pemenuhan akan kebutuhan selalu negatif, artinya jumlah permintaan lebih tinggi daripada peningkatan daging sapi sebagai konsumsi (Mayulu dkk., 2010).
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).
Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman.
Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg. dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih.
Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas
Cacingan adalah suatu penyakit yang dapat mengganggu produktivitas ternak dan bahkan dapat menyebabkan kematian. salah satunya adalah toxocariasis merupakan penyakit yang banyak ditemukan di negara tropik dengan kelembaban tinggi.
Dengan melihat kerugian yang ditimbulkan penyakit cacingan tersebut khususnya infeksi toxocariasis yang disebabkan oleh cacing Toxocara vitulorum, maka usaha pengendalian parasit tersebut merupakan hal utama, sebab jika dibiarkan maka infeksi Toxocara vitulorum akanterus merajalela dan akan menghambat perkembangan hewan ternak tersebut
Makalah ini dimaksudkan untuk mengetahui apa dan bagaimana cara penanganan yang dapat dilakukan. Agar pembaca bisa memahami dan mempraktekkan cara tersebut sehingga diharapkan ternak tersebut bisa berkembang dengan optimal.

PEMBAHASAN
B. Nematoda
Nematoda yang sering disebut cacing gilig biasanya lebih kecil bila dibandingkan dengan cacing pipih. Banyak diantara nematoda adalah mikroskopis. Cacing ini sangat aktif dan ramping, biasanya kedua ujungnya runcing dan mempunyai mulut dan anus. Jadi mempunyai saluran pencernaan yang lengkap (Noble dan Noble, 1982). Bentuk cacing gilig secara umum adalah silindris memanjang, tidak bersegmen dan meruncing pada ujung posterior (Soulsby, 1982).
Indonesia terletak di daerah tropis , sehingga hujan di kebanyakan daerah sifatnya merata dan berlangsung sepanjang musim hujan, serta tidak ada hujan selama musim kering (kelembaban berkisar 60-80 %). Hal tersebut memungkinkan distribusi parasit tertentu secara horizontal serupa, tetapi secara vertical berbeda. Selain itu, telur cacing Nematoda biasanya lebih tahan terhadap suhu yang lebih tinggi daripada cacing Trematoda dan Cestoda, tetapi sebagai larva invektif adalah sebaliknya, yaitu larva Nematoda lebih tidak tahan terhadap panas daripada larva Trematoda dan Cestoda (Brotowidjojo, 1987).
Suhu minimum dan maksimum penting untuk meramalkan kelangsungan siklus hidup parasit di luar tubuh hospes, sebab suhu minimum dan maksimum itu sangat besar variasinya untuk tiap tempat. Di Indonesia, beda suhu minimum dan maksimum berkisar antara 100-150 C, sedang di daerah beriklim sedang mencapai 260-300 C, sehingga kelangsungan hidup parasit di luar tubuh hospes di Indonesia lebih aman daripada di daerah beriklim sedang. Namun perlu diingat bahwa suhu maksimal tanah di Indonesia pada siang hari yang terik dapat mencapai 560 C, karena itu disamping pengaruh langsung ultraviolet, tingginya suhu siang hari di daerah kering dapat mematikan parasit di luar tubuh hospes (Brotowidjojo, 1987).
C. Toxocara vitulorum
Hampir di seluruh bagian dunia terdapat cacing Toxocara. Hewan-hewan yang dipelihara dalam alam terbuka menjadi sakit karena telur yang dibebaskan dapat bertahan berbulan-bulan. Infeksi hewan-hewan yang dipelihara demikian selalu lebih tinggi daripada yang dipelihara dalam kandang yang bersih (Subronto, 2004).
Toxocara vitulorum atau Neoascaris vitulorum terdapat pada usus halus sapi dan ruminansia besar lainya. Cacing tersebut mempunyai 3 bibir tanpa papilla, yang jantan 15-26 mm dan berdiameter 3-5 mm, dengan ekor kecil, mirip paku besar, serta spikulum yang panjangnya 950-1250 mikron. Cacing betina 22-30 cm dan berdiameter 5-6 mm, dengan telur berdinding tebal berbintik bintik dan agak bulat berukuran 68-101x 60-86 mikron (Levine, 1994).

1. Daur Hidup
Cacing askaris yang terdapat hampir di semua bagian dunia biasanya lebih sering ditemukan pada kandang-kandang sudah tercemar oleh parasit tersebut. Peternakan sapi yang sudah tercemar biasanya tidak segera dapat dibebaskan dari parasit karena sulitnya memutus mata rantai daur hidup disebabkan antara lain karena tebalnya dinding telur cacing. Hewan-hewan yang ditempatkan di kandang yang bersih lebih mudah dihindarkan dari askariasis. Sebaliknya hewan-hewan yang lebih banyak hidup di luar atau di padang pengembalaan lebih mudah terinfeksi.
Daur hidup berbagai jenis askaris semuanya hampir sama, kecuali pada T. vitulorum yang infestasinya melalui kolostrum. Cacing dewasa hidup di bagian depan usus halus dan sanggup membebaskan telur dalam jumlah banyak. Seekor cacing betina mampu bertelur sebanyak 200.000 telur/hari. Telur dibebaskan bersama tinja sangat tahan terhadap udara dingin, panas dan kekeringan. Pernah dicatat bahwa di alam yang serasi telur askaris sanggup hidup sampai 5 tahun. Di tempat yang lembab dan hangat telur mengalami embrionase hingga terbentuk larva stadium kesatu, kedua dan ketiga. Stadium terakhir tersebut yang dicapai dalam beberapa minggu bersifat infektif dan dapat menyebabkan hospes lain tertular. Larva jarang menetas di luar telur dan yang paling umum adalah penetasan setelah telur infektif tertelan bersama makanan atau air minum. Setelah telur menetas di dalam usus halus, larva yang bebas bermigrasi dengan jalan menembus dinding usus, yang selanjutnya mencapai vena porta hepatitis, hati, dan dengan mengikuti aliran darah sampai di bronchus, paru-paru, tenggorokan dan kemudian pindah ke pharynx. Dengan ikut makanan, air minum atau saliva akan sampai di usus halus lagi untuk bertumbuh menjadi dewasa. Waktu yang diperlukan oleh larva dalam mencapai hati biasanya lebih kurang 24 jam sejak telur infektif tertelan, dan untuk mencapai usus 3-4 minggu, sedang untuk menjadi dewasa sampai bertelur lebih kurang 5 minggu. Dengan demikian bila dihitung sejak infestasi pertama sampai mampu bertelur diperlukan waktu lebih kurang 8-9 minggu. Pedet memperoleh larva T. vitulorum induknya melalui kolostrum, hingga pada umur 10 hari telah mengandung cacing dewasa, sedangkan telur cacing dapat ditemukan pada umur 2-3 minggu. Waktu pedet umur 5 bulan cacing dewasa mungkin dikeluarkan secara spontan (Subronto, 2004).

2. Patogenesis
Migrasi larva di dalam di dalam hati atau usaha penyerapan oleh jaringan hati terhadap larva yang mati, meninggalkan jejas berwarna putih di bawah kapsula hati. Bila infestasi larva cukup berat. Jejas fibrotic terlihat dominan. Kerusakan jaringan yang berat biasanya dialami oleh paru-paru hingga alveoli dapat mengalami luka dengan oedema atau mengalami pemadatan (konsolidasi).
Larva migrans dapat merangsang pembentukan antibodi yang dapat dideteksi di dalam kolostrum dan serum. Adanya antibodi dapat untuk mencegahagar jumlah cacing dewasa tidak berlebihan. Atau dalam keadaan tertentu dapat menghasilkan self-cure.infestasi larva dalam jumlah besar dapat menyebabkan penurunan motilitas usus (Subronto, 2004).

3. Gejala-gejala
Pada semua spesies hewan-hewan muda bersifat rentan terhadap infeksi cacing askaris. Pedet sampai umur 5 bulan banyak yang menderita cacingan bila sanitasi induk tidak terjaga hingga infeksi T. vitulorum berlangsung melalui kolostrum. Tidak mustahil jika jumlah cacing dewasa cukup banyak di dalam usus halus dapat terjadi obstruksi saluran empedu hingga terjadi ikterus. Kematian mendadak dapat terjadi bila cacing-cacing penyumbat menyebabkan robeknya usus.
Selain gambaran di atas pedet dapat menderita diare, tidak bertumbuh dengan baik, lemah, anemic, dan tinjanya bercampur lemak. Hewan-hewan dewasa kadang tidak memperlihatkan gejala klinis yang jelas kecuali pertumbuhannya yang kurang baik. Hewan-hewan tersebut selalu menjadi sumber penularan bagi hewan muda di sekitarnya (Subronto, 2004).

4. Pemeriksaan patologi klinis
Telur T. vitulorum yang berbentuk bulat dan berdinding tebal ditemukan dalam jumlah besar pada penderita askaris yang memperlihatkan gejala klinis. Pada awal infestasi cacing pemeriksaan darahnya sering ditemukan eosinifilia. Eosinofilia persisten diamati pada pedet selama lebih dari satu tahun. Apabila jumlah telur mencapai 1000 epg tinja menunjukkan bahwa infeksi cacing askaris bersifat berat (Subronto, 2004).
5. Pemeriksaan patologi anatomi
Gambaran seksi penderita yang mati karena askariasis bervariasi tergantung pada tingkat penyakitnya. Pada stadium awal hati tampak membesar dan mengalami kongesti, dan mungkin disertai perdarahan subskapuler. Secara mikroskopik terlihat jejas nekrotik memanjang oleh perjalanan larva di dalam hati. Perdarahan juga ditemukan pada lapisan di bawah pleura, paru-paru tampak oedematous dan sianotik.
Pada askariasis yang kronik bacak-bacak putih yang ukurannya bervariasi terdapat pada kapsul hati, dan dalam keadaan lebih jauh bacak-bacak tersebut bergabung hingga ukuranya jadi lebih besar. Secara mikroskopik jaringan nekrotik akan digantikan oleh jaringan fibrous. Jaringan-jaringan otot dan jaringan lunak lainnya terlihat ikterik. Cacing dewasa dapat ditemukan dalam saluran usus halus. Apabila jumlahnya demikian banyak kadang-kadang cacing dewasa juga terdapat di dalam lambung usus besar dan rektum (Subronto,2004).

6. Diagnosis
Di lapangan askariasis dipertimbangkan bila individu muda tidak bertumbuh baik disertai diare tanpa adanya demam. Hewan dewasa kadang-kadang tidak memperlihatkan gejala sama sekali. Hingga pemeriksaan laboratorik harus dilakukan. Pada pedet askariasis perlu dibedakan dari koksidiosis maupun penyebab diare yang lain termasuk malnutrisi.

7. Pencegahan dan pengendalian
Untuk mengatasi dan mencegah cacing T. vitulorum puluhan obat telah diproduksi dan dipasarkan seperti : Piperazin dan derivate-derivatnya. Obat cacing piperazin memiliki batas keamanan yang cukup tinggi dan terhadap cacing askariasis afektifitasnya mencapai 100%. Sapi muda dibawah umur tiga bulan hampir pasti menderita cacingan , dan dapat diatasi dengan baik dengan piperazin. Garam-garam adipat. Fosfat, sulfat tartrat dan hidrokhloride dari piperazin bersifat lebih stabil daripada piperazin basis dan derivat tetrahidropirimidin. Pirantel dan morantel memiliki efek nicotin-like, sehingga cacing akan lumpuh, dan selanjutnya dapat dikeluarkan bersama tinja. Pirantel yang di pasarkan meliputi garam tartrat, pamoat dan emboat (Subronto, 2004).

PENUTUP
Infeksi Toxocara vitulorum dapat merugikan secara ekonomi karena menyebabkan pertumbuhan yang kurang baik dan penurunan kondisi fisik sapi. Untuk mengidentifikasi telur cacing askariasis adalah berdinding tebal, agak bulat dan berbintik-bintik. Uji withlock digunakan untuk memeriksa ada tidaknya telur cacing nematoda. Dalam mencegah masuknya parasit Toxocara vitulorum tindakan yang harus dilakukan adalah memperketat biosekuriti, selalu menjaga kebersihan lingkungan dan kandang, hewan ternak harus dilakukan pemberian obat cacing secara berkala, terhadap sanitasi kandang agar bebas dari parasit tersebut dan menjaga kebersihan pakan yang akan diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjojo, M. D. 1987. Parasit dan Parasitisme. Edisi I. PT. Melton Putra, Jakarta. Hal : 90-91, 264-267
Erlangga. 2009. Sapi Simental, (Online), (http://www.infoternak.com, diakses 26 November 2011).

Levine Norman D. 1990. Buku pelajaran parasitologi veteriner. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Noble, E.R dan Noble, G.A. 1982. Parasitology. The Biology of Animal Parasities. Edisi ke-5. Lea & Febiger. Philadelphia.
Subronto dan Ida Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soulsby. E.J.L, 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal. 7th edition. The English Language Book Society and Bailliere Tindal, London.